Nama : Khoirul anisa
Prodi : S1 Kesehatan Masyarakat
Tugas : UU No. 36 tahun 2009 Terkait pasal-pasal Ilmu
Kesehatan Masyarakat
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 46
Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan
menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan
upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 47
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
Pasal 48
(1)Penyelenggaraan upaya Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan:
a. pelayanan kesehatan;
b.pelayanan kesehatan tradisional;
c. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;
c. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;
e. kesehatan reproduksi;
f. keluarga berencana;
g. kesehatan sekolah;
h. kesehatan olahraga;
i. pelayanan kesehatan pada bencana
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kesatu
Pemberian Pelayanan
Pasal 52
(1)Pelayanan kesehatan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. pelayanan kesehatan masyarakat.
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. pelayanan kesehatan masyarakat.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Pasal 53
(1) Pelayanan kesehatan perseorangan
ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan perseorangan dan keluarga.
(2) Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatanserta mencegah penyakit suatu kelompok dan
masyarakat.
(3) Pelaksanaan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus mendahulukan pertolongan
keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.
Pasal 54
(1)Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu,
serta merata dan nondiskriminatif.
(2)Pemerintah dan pemerintah daerah
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pasal 55
(1)Pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan.
(2) Standar
mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana
Pasal 78
(1) Pelayanan
Kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan
kehamilan bagi pasangan usia subur untuk
membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.
(2) Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin
ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga
berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Kedelapan
Kesehatan Sekolah
Pasal 79
(1)Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam
lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat
belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan
setinggi- tingginya menjadi Sumber dayamanusia
Yang berkualitas.
(2) Kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan melalui sekolah formal dan
informal atau melalui lembaga pendidikan lain.
(3)Ketentuan mengenai kesehatan sekolah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Pelayanan Kesehatan Pada Bencana
Pasal 82
(1)Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana.
(2)Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan pada tanggap darurat dan
pascabencana.
(3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang
bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
(4)Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 83
(1)Setiap orang yang memberikan pelayanan
kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk penyelamatan
nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien.
(2) Pemerintah menjamin perlindungan hukum
bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
.
Pasal 85
(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas
pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib
memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan kecacatan.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu.
BAB VIII
GIZI
Pasal 141
(1) Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk
peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat.
(2) Peningkatan mutu gizi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui :
a. perbaikan pola konsumsi makanan
yang sesuai
dengan gizi seimbang;
b. perbaikan perilaku sadar gizi,
aktivitas fisik, dan
kesehatan;
c. peningkatan akses dan mutu
pelayanan gizi yang
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan
d. peningkatan sistem kewaspadaan
pangan dan gizi
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat bersama-sama menjamin tersedianya bahan
makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi secara
merata dan terjangkau.
(4) Pemerintah berkewajiban menjaga agar
bahan makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi
standar mutu gizi yang ditetapkan dengan peraturan
perundang- undangan.
(5) Penyediaan bahan makanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara lintas sektor dan
antarprovinsi, antarkabupaten atau antarkota.
Pasal 142
(1) Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus
kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia
dengan prioritas kepada kelompok rawan:
a. bayi dan balita;
b. remaja perempuan; dan
c. ibu hamil dan menyusui.
a. bayi dan balita;
b. remaja perempuan; dan
c. ibu hamil dan menyusui.
(2) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan
standar angka kecukupan gizi, standar pelayanan gizi, dan
standar tenaga gizi pada berbagai tingkat pelayanan
.
(3) Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan
kecukupan gizi pada keluarga miskin dan dalam situasi darurat.
(4) Pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan dan
informasi yang benar tentang gizi kepada masyarakat.
(5) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan
upaya untuk mencapai status gizi yang baik.
Pasal 143
Pemerintah
bertanggung jawab meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap
peningkatan status gizi.
BAB X
PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR
Bagian Kesatu
Penyakit Menular
Pasal 152
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya.
(2) Upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah
yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi
akibat penyakit menular.
(3) Upaya pencegahan, pengendalian, dan
penanganan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat.
(4) Pengendalian sumber penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap
lingkungan dan/atau orang dan sumber penularan lainnya.
(5) Upaya sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) dilaksanakan
dengan harus berbasis wilayah.
(6) Pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
melalui lintas sektor.
(7) Dalam melaksanakan upaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melakukan kerja
sama dengan negara lain.
(8) Upaya pencegahan pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang undangan.
Pasal 153
Pemerintah menjamin
ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu, efektif,
terjangkau, dan merata bagi masyarakat untuk upaya
pengendalian penyakit menular melalui imunisasi.Pasal 154
(1) Pemerintah secara berkala menetapkan dan
mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan.
(2) Pemerintah dapat melakukan surveilans terhadap penyakit
menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat melakukan kerja
sama dengan masyarakat dan negara lain.
(4) Pemerintah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina,
tempat karantina, dan lama karantina.
Pasal 155
(1) Pemerintah
daerah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis
dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau
menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan
daerah yang dapat menjadi sumber penularan.
(2) Pemerintah Daerah dapat melakukan surveilans
terhadap penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pemerintah daerah dapat melakukan
kerja sama dengan masyarakat.
(4) Pemerintah daerah menetapkan jenis
penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan
lama karantina.
(5) Pemerintah daerah dalam menetapkan dan
mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu singkat dan pelaksanaan surveilans serta menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina berpedoman pada ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 156
(1) Dalam melaksanakan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1), Pemerintah
dapat menyatakan wilayah dalam keadaan wabah, letusan,
atau kejadian luar biasa (KLB)
.
(2) Penentuan wilayah dalam keadaan wabah,
letusan, atau kejadian luar biasa (KLB) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan hasil
penelitian yang diakui keakuratannya.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat melakukan upaya penanggulangan keadaan wabah,
letusan, atau kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penentuan
wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar
biasa dan upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 157
(1) Pencegahan penularan penyakit menular wajib
dilakukan oleh masyarakat termasuk penderita penyakit menular melalui perilaku hidup bersih dan sehat.
(2) Dalam pelaksanaan penanggulangan penyakit
menular, tenaga kesehatan yang berwenang dapat memeriksa
tempat-tempat yang dicurigai berkembangnya vektor dan sumber penyakit lain
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyakit
menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Penyakit Tidak Menular
Pasal 158
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan
penanganan penyakit tidak menular beserta akibat yang ditimbulkannya.
(2) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk meningkatkan
pengetahuan,kesadaran, kemauan berperilaku
sehat dan mencegah terjadinya penyakit tidak menular
beserta akibat yang ditimbulkan.
(3) Upaya pencegahan, pengendalian, dan
penanganan penyakit tidak menular sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau
masyarakat.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 159
(1) Pengendalian penyakit tidak menular
dilakukan dengan pendekatan surveilan faktor risiko,
registri penyakit, dan surveilan kematian.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertujuan memperoleh informasi yang esensial serta
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam upaya
pengendalian penyakit tidak menular.
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui kerja sama lintas sektor dan dengan
membentuk jejaring, baik nasional maupun internasional.
Pasal 160
(1) Pemerintah, pemerintah daerah bersama
masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan komunikasi,
informasi, dan edukasi yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular yang mencakup seluruh fase kehidupan.
(2) Faktor risiko sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain meliputi diet tidak seimbang, kurang
aktivitas fisik, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan
perilaku berlalu lintas yang tidak benar.
Pasal 161
(1) Manajemen pelayanan kesehatan penyakit
tidak menular meliputi keseluruhan spektrum pelayanan
baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
(2) Manajemen pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikelola secara profesional sehingga
pelayanan kesehatan penyakit tidak menular tersedia,
dapat diterima, mudah dicapai, berkualitas dan terjangkau
oleh masyarakat.
(3) Manajemen pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dititikberatkan pada deteksi dini dan
pengobatan penyakit tidak menular.
BAB XI
KESEHATAN LINGKUNGAN
Pasal 162
Upaya kesehatan
lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pasal 163
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan
.
(2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup lingkungan permukiman, tempat
kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan
gangguan kesehatan, antara lain:
a. limbah cair;
b. limbah padat;
c. limbah gas;
d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan
pemerintah;
e. binatang pembawa penyakit;
f. zat kimia yang berbahaya;
g. kebisingan yang melebihi ambang batas;
h. radiasi sinar pengion dan non pengion;
i. air yang tercemar;
j. udara yang tercemar; dan
k. makanan yang terkontaminasi.
e. binatang pembawa penyakit;
f. zat kimia yang berbahaya;
g. kebisingan yang melebihi ambang batas;
h. radiasi sinar pengion dan non pengion;
i. air yang tercemar;
j. udara yang tercemar; dan
k. makanan yang terkontaminasi.
(4) Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan proses pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
KESEHATAN KERJA
Pasal 164
(1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan
oleh pekerjaan.
(2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pekerja di sektor formal dan informal.
(3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang selain
pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
(4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi
kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.
(5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(6) Pengelola tempat kerja wajib menaati
standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dan menjamin lingkungan kerja Yang sehat serta
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja
(7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung
jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan
kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 165
(1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
(2) Pekerja wajib menciptakan dan menjaga
kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan
yang berlaku di tempat kerja.
(3) Dalam penyeleksian pemilihan calon
pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan
kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 166
(1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin
kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
(2) Majikan atau pengusaha menanggung biaya
atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh
pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(3) Pemerintah memberikan dorongan dan
bantuan untuk perlindungan pekerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
BAB XIII
PENGELOLAAN KESEHATAN
Pasal 167
(1) Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat
melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
(2) Pengelolaan kesehatan dilakukan secara berjenjang di pusat
dan daerah.
(3) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat dalam suatu sistem kesehatan nasional.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB XIV
INFORMASI KESEHATAN
Pasal 168
(1) Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan
efisien diperlukan informasi kesehatan.
(2) Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi dan
melalui lintas sektor.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 169
Pemerintah memberikan kemudahan kepada
masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi
kesehatan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 169
Pemerintah memberikan kemudahan kepada
masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi
kesehatan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar