BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia
( SDM ) yang dilakukan secara berkelanjutan.
Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses
tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa
tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan
makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM
yang sehat, cerdas dan produktif.
Zat gizi merupakan zat penting yang diperlukan oleh tubuh kita baik untuk proses pertumbuhan maupun perkembangan. Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja. Pada bayi dan anak balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual. Bahkan pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pangan dengan jumlah dan mutu yang memadai harus selalu tersedia dan dapat diakses oleh semua orang pada setia saat.
Masalah
gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh
tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang diperoleh dari
makanan. Masalah gizi yang dalam bahasa Inggris disebut malnutrition, dibagi
dalam dua kelompok yaitu masalah gizi-kurang (under nutrition) dan masalah
gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi-makro ataupun gizi-mikro.
Gangguan kesehatan akibat masalah gizi-makro dapat berbentuk status gizi buruk,
gizi kurang, atau gizi lebih. Sedang gangguan kesehatan akibat masalah gizi
mikro hanya dikenal sebutan dalam bentuk gizi kurang zat gizi mikro tertentu,
seperti kurang zat besi, kurang zat yodium, dan kurang vitamin A. Masalah gizi
makro, terutama masalah kurang energi dan protein (KEP) paling banyak menyerang
pada balita dan yang memprihatinkan biasanya orang tua tidak pernah menyadari
bahwa anak balitanya mengalami KEP. Secara langsung keadaan gizi dipengaruhi
oleh ketidakcukupan asupan makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung
dipengaruhi oleh ketersediaan pangan tingkat rumah tangga, ketersediaan pelayanan
kesehatan, pola asuh yang tidak memadai. Lebih lanjut masalah gizi disebabkan
oleh kemiskinan, pendidikan rendah, kesempatan kerja dan juga keadaan
lingkungan.. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan
membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya
dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan . Apabila berat badan menurut
umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah
standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi
buruk.
Berita
merebaknya temuan gizi buruk, sangat mengejutkan di negara tercinta yang
terkenal subur makmur ini. Kasus ini bisa jadi tidak hanya momok bagi para
balita namun juga bagi pemerintah. Bahkan di era pemerintahan Orde Baru, pejabat
daerah sangat ketakutan jika sampai didapati kasus gizi buruk diwilayahnya,
cerminan buruknya performa dalam menyejahterakan raknyatnya; Bukti lemahnya
infrastruktur kesehatan dan pangan; Dan aneka polemik mencari biang keladipun
muncul ke permukaan. Kesenjangan, ketidakadilan, kemiskinan, kebijakan ekonomi
dan politik menjadi semakin sering diperbincangkan. Bisa jadi hanya sedikit
yang memikirkan dampak jangka panjang yang ditimbulkannya, jika hal ini tidak
ditangani dengan serius. Seperti layaknya fenomena gunung es, bahwa ancaman
yang sebenarnya jauh lebih besar dan perlu segera diambil langkah-langkah
antisipasinya dari sekarang. Karena kelainan ini menyerang anak-anak , generasi
penerus, yang sedang dalam ‘golden period’ pertumbuhan otaknya. Gizi buruk
(severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari
proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk merupakan kondisi kurang
gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan
sehari-hari. Secara klinis gizi buruk terdapat dalam tiga tipe yakni
kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-kwashiorkor.
B.INSIDEN
Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, enam persen atau sekira 14,5 juta orang menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita).
Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari 10 balita menderita gizi kurang.
Marasmus merupakan keadaan di mana seorang anak mengalami defisiensi energi dan protein sekaligus.
B.INSIDEN
Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, enam persen atau sekira 14,5 juta orang menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita).
Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari 10 balita menderita gizi kurang.
Marasmus merupakan keadaan di mana seorang anak mengalami defisiensi energi dan protein sekaligus.
Umumnya kondisi
ini dialami masyarakat yang menderita kelaparan. Marasmus adalah permasalahan
serius yang terjadi di negara-negara berkembang. Menurut data WHO sekitar 49%
dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun di
negara berkembang berkaitan dengan defisiensi energi dan protein sekaligus.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangundan serta terjadinya krisis ekonomi.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangundan serta terjadinya krisis ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Marasmus
adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori
yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.
Energi yang
diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi
yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung
dalam makanan yang kita konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk:
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk:
1.
Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.
B. DIAGNOSIS
Diagnosis marasmus
dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus
dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat penyakit yang
lalu.
C. PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksana-kan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi pada umur 6 tahun ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
D. ETIOLOGI
C. PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksana-kan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi pada umur 6 tahun ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
D. ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus
adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak
terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
1. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
2. Sering sakit (frequent
infection) Sering sakit menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi,
apalagi di negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti
Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih
kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik
seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan
kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena
keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak
buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
3. Kurangnya Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut
berupa konseling terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh pada status
pertumbuhan anak seperti ;
1. Pemantauan berat badan balita di Posyandu
2. Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi bulan Februari dan Agustus.
3. Kunjungan Neonatal
4. Imunisasi pada bayi
1. Pemantauan berat badan balita di Posyandu
2. Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi bulan Februari dan Agustus.
3. Kunjungan Neonatal
4. Imunisasi pada bayi
4. Kelainan struktur bawaan, Prematuritas dan
penyakit pada masa neonatus, gangguan metabolic dan lain-lain.
E. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
E. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Gopalan menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
F. MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak lonjong,berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit kronik dan Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Gopalan menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
F. MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak lonjong,berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit kronik dan Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
G. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan.Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita
yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahaP.
Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.
Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan.
Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari.
Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.
Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan.
Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari.
Jumlah ini dinaikkan
secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg
BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.
Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu. Dala pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.
Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin. Hal-hal yang lain perlu diperhatikan :
a) Kemungkinan hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV(13,17,19) b) Hipotermi(17,19) Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam. Pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai pertambahan berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya. Mengingat sulitnya merawat penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan. Konsekuensi gizi buruk , loss generation? Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa
H. PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
- Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
J. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan : Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil : Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi : a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu. Dala pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.
Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin. Hal-hal yang lain perlu diperhatikan :
a) Kemungkinan hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV(13,17,19) b) Hipotermi(17,19) Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam. Pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai pertambahan berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya. Mengingat sulitnya merawat penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan. Konsekuensi gizi buruk , loss generation? Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa
H. PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
- Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
J. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan : Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil : Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi : a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan : Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi : a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan : Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi : a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
Sumber : www.dokterfoto.com/2008/04/06/marasmus
www.sobat-muda.com : Cukupkah Asupan Gizi Anak Anda ? (PDF)
www.geocition.com/kliniklinika/gizi-masyarakat/penyakit-gizi
www.wikipedia.org/wiki/marasmus
www.askep.blogspot.com/../marasmus
MARASMUS
www.sobat-muda.com : Cukupkah Asupan Gizi Anak Anda ? (PDF)
www.geocition.com/kliniklinika/gizi-masyarakat/penyakit-gizi
www.wikipedia.org/wiki/marasmus
www.askep.blogspot.com/../marasmus
MARASMUS
PENDAHULUAN
Penyakit
kurang energi protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang
penting di Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia,
Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Prevalensi
yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (Balita). Karena pada
saat itu gizi atau makanan tersebut disediakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta energi yang lebih aktif pada anak tersebut.
Pada
penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh
kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam akibat
kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai berat.
Pada
keadaan yang berat secara klinis terdapat 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus,
Marasmus Kwashiorkor. Pada semua derajat maupun tipe KEP ini terdapat gangguan
pertumbuhan, disamping gejala-gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi
tipe penyakitnya. 1
DEFINISI
Marasmus
adalah salah satu bentuk KEP berat yang timbul karena defisiensi karbohidrat
dengan presentasi berat badan kurang dari 60% tanpa edema.
ETIOLOGI
Marasmus
dapat terjadi pada semua umur, akan tetapi sering dijumpai pada bayi yang tidak
mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang
diare.
Marasmus
dapat terjadi akibat berbagai penyakit seperti infeksi, kelainan bawaan saluran
pencernaan, kelainan jantung bawaan, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit
ginjal menahun dan gangguan saraf pusat. 1,2
Dapat juga
disebabkan oleh karena pemasukan kalori atau protein atau keduanya yang tidak
mencukupi akibat kekurangan dalam susunan makanan, dan kebiasaan makan makanan
yang tidak layak. 2
FAKTOR-FAKTOR YANG MEYEBABKAN TERJADINYA MARASMUS
Faktor diet.
Diet kurang energi akan mengakibatkan penderita marasmus.
Peranan faktor sosial.
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun.
Peranan kepadatan penduduk. Mc Laren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat
dalam jumlah yang banyak akibat suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan
higiene yang buruk.
Faktor infeksi.
Terdapat interaksi sinergistis antara infeksi dan malnutrisi. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan dan meningginya kehilangan
zat-zat gizi esensial tubuh.
Faktor kemiskinan.
Dengan penghasilan yang rendah, ketidakmampuan membeli bahan makanan ditambah
timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal dapat
mempercepat timbulnya KEP. 2
PATOFISIOLOGI
Untuk
kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejumlah energi yang dalam keadaan
normal dapat dipenuhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak
terpenuhi pada intake yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan
cadangan protein sebagai sumber energi.
Penghancuran
jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi energi tetapi juga
memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti berbagai
asam amino. Karena itu pada marasmus kadang-kadang masih ditemukan kadar asam
amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk albumin. 3
GAMBARAN KLINIS
Gejala
klinis marasmus terdiri dari: 1,2,3,4,5
Pertumbuhan
dan perkembangan fisik terganggu (berat badan < 60%).
Tampak
sangat kurus (gambaran seperti kulit pembalut tulang).
Muka
seperti orang tua (old man face).
Pucat,
cengeng, apatis.
Rambut
kusam, kadang-kadang pirang, kering, tipis dan mudah dicabut.
Kulit
keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, sehingga
kulit kehilangan turgornya.
Jaringan
otot hipotrofi dan hipotoni.
Perut
membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
Ujung
tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.
10.
Sering disertai penyakit infeksi, diare kronis atau konstipasi.
LABORATORIUM
Perubahan
biokimia yang ditemukan pada marasmus adalah: 1,4,5
Anemia
ringan sampai berat.
Kadar
albumin dan globulin serum rendah.
Kadar
kolesterol serum yang rendah.
Kadar gula
darah yang rendah.
DIAGNOSIS
Marasmus
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan didukung oleh
pemeriksaan laboratorium. 1
PENATALAKSANAAN
Pasien
marasmus berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut: 1,2,3,4
Atasi/cegah
hipoglikemia
Periksa
kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35°C, atau suhu rektal
35,5°C). Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, maka berikan:
50 ml
bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa (1 sendok teh gula dalam 5 sendok makan
air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik.
Selanjutnya
berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼
bagian dari jatah untuk 2 jam).
Secepatnya
berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam.
Atasi/cegah
hipotermia
Bila suhu
rektal < 35,5°C, hangatkan anak dengan pakaian atau selimut, atau letakkan
dekat lampu atau pemanas.
Suhu
diperiksa sampai mencapai > 36,5°C.
Atasi/cegah
dehidrasi
Jika anak
masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali. Jika anak
masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberikan minum anak
5 ml/kgBB setiap 30 menit cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP.
Jika tidak
ada cairan khusus untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit. Jika
anak tidak dapat minum maka dilakukan rehidrasi intravena dengan cairan Ringer
Laktat/Glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
Koreksi
gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua
KEP berat terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya:
Kelebihan
natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.
Defisiensi
kalium dan magnesium. Ketidakseimbangan ini diterapi dengan memberikan:
ü
K 2 – 4 meq/kgBB/hari (150 – 300 mg KCL/kgBB/hari).
ü
Mg 0,3 – 0,6 meq/kgBB/hari (7,5 – 15 MgCl2/kgBB/hari).
Obati/cegah
infeksi
Pada KEP
berat, tanda yang umumnya menunjukan adanya infeksi seperti demam, seringkali
tidak nampak, oleh karena itu pada semua KEP berat secara rutin diberikan:
Antibiotika
spektrum luas, bila tanpa komplikasi: kontrimoksazol 5 ml suspensi pediatri
secara oral, 2 kali sehari selama 5 hari (2,5 ml bila BB < 4 kg).
Bila anak
sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,
infeksi kulit, infeksi saluran napas atau saluran kencing) beri ampisilin 50
mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian secara oral amoksisilin
15 mg/kgBB setiap 8 jam, selama 5 hari.
Bila
amoksisilin tidak ada, maka teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara
oral, atau gentamisin 7,5 mg/kgBB/IM atau IV sekali sehari selama 7 hari.
Bila dalam
48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/IM atau IV
setiap 6 jam selama 5 hari.
Bila
terdeteksi kuman spesifik, beri pengobatan spesifik. Bila anoreksia menetap
selama 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari.
Vaksinasi
campak bila umur anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi.
Koreksi
defisiensi nutrien mikro
Berikan
setiap hari:
Tambahan
multivitamin.
Asam folat
1 mg/hari (5 mg hari pertama).
Seng (Zn)
2 mg/kgBB/hari.
Bila berat
badan mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari.
Vitamin A
oral pada hari 1, 2 dan 14. Untuk umur > 1 tahun 200.000 SI, umur 6 – 12
bulan 100.000 SI, dan umur 0 – 5 bulan 50.000 SI.
Mulai
pemberian makanan
Pemberian
diet dibagi dalam 3 fase, yaitu: fase stabilisasi, fase transisi, dan fase
rehabilitasi.
Fase
Stabilisasi (2 – 7 hari)
Fase
dimulainya pemberian makanan segera setelah anak dirawat sehingga energi dan
protein cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh.
Prinsif
pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi adalah sebagai berikut:
ü
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.
ü
Oral atau nasogastrik.
ü
Kalori 100 kkal/kgBB/hari
ü
Protein 1 – 1,5 gr/kgBB/hari.
ü
Cairan 130 ml/kgBB/hari.
Fase
Transisi (Minggu ke-2)
Fase
pemberian makanan secara perlahan-lahan untuk menghindari resiko gagal jantung
dan intoleransi saluran cerna bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
banyak secara mendadak.
ü
Kalori 150 kkal/kgBB/hari
ü
Protein 2 – 3 gr/kgBB/hari
ü
Cairan 150 ml/kgBB/hari.
Fase
Rehabilitasi (Minggu ke-3 – 7)
Pada masa
pemulihan, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai asupan
makanan yang tinggi dan pertambahan BB > 10 gr/kgBB/hari. Awal fase
rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1 – 2 minggu
setelah dirawat.
Setelah
masa transisi dilampaui, anak diberi:
ü
Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
ü
Energi 150 – 220 kkal/kgBB/hari.
ü
Protein 4 – 6 gr/kgBB/hari
ü
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan tetapi beri formula lebih dulu karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
Fasilitasi
tumbuh kejar
Untuk
mengejar pertumbuhan yang tertinggal, anak diberi asupan makanan seperti pada
fase-fase tersebut di atas. Untuk itu harus tersedia jumlah asupan makanan yang
memadai seperti pada tahapan fase-fase di atas.
Sediakan
stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental.
10.
Siapkan follow up setelah sembuh
Bila berat
badan sudah mencapai 80% BB/U dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan
yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita
dipulangkan. Kepada orang tua disarankan:
Membawa
anaknya kembali untuk kontrol secara teratur.
Pemberian
suntikan/imunisasi ulang (booster).
Pemberian
vitamin A setiap 6 bulan.
Selain itu
atasi penyakit penyerta, yaitu:
Defisiensi
vitamin A.
Dermatosis.
Penyakit
karena parasit/cacing.
Diare
berlanjut.
Tuberkulosis,
obati sesuai dengan pedoman tuberkulosis.
PROGNOSIS
Dengan
pengobatan adekuat, umumnya penderita dapat ditolong walaupun diperlukan waktu
sekitar 2 – 3 bulan untuk tercapainya berat badan yang diinginkan. Pada tahap
penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisik hanya terpaut sedikit
dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Namun kadang-kadang perkembangan
intelektualnya akan mengalami kelambatan yang menetap, khususnya kelainan
mental dan defisiensi persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi
bila penyakit ini diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi
proliferasi, mielinisasi dan migrasi sel otak. 1,4
DAFTAR PUSTAKA
Pudjiadi
S. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi ke-14. FKUI. Jakarta. 2001; 104-36.
Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I.
FKUI. Jakarta. 1985; 360-66.
Departemen
Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kurang Energi-Protein pada Anak di Puskesmas
dan di Rumah Tangga. Jakarta. 2000; 3-16.
Masnjoer
A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. FKUI. Jakarta. 2000;
514-18.
Behrman
RE, Voughan VC. Ilmu Kesehatan Anak-Nelson. Edisi ke-12. Bagian I. EGC.
Jakarta. 1993; 298-301.
Bagus tuh makalahnya
BalasHapus