Nama : Khoirul Anisa
Tugas : Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
Prodi : IKM
A. PERANSERTA
MASYARAKAT
a. Pengertian
Peranserta masyarakat memiliki makna yang amat luas. Semua
ahli mengatakan bahwa partisipasi atau peranserta masyarakat pada hakekatnya
bertitik tolak dari sikap dan perilaku namun batasannya tidak jelas, akan
tetapi mudah dirasakan, dihayati dan diamalkan namun sulit untuk dirumuskan.
Peranserta masyarakat dalam bidang kesehatan adalah keadaan
dimana individu, keluarga maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab
terhadap kesehatan diri, keluarga, ataupun kesehatan masyarakat lingkungannya.
b. Tujuan Peranserta Masyarakat
Tujuan program peranserta masyarakat adalah
meningkatkan peran dan kemandirian, dan kerjasama dengan lembaga-lembaga
non pemerintah yang memiliki visi sesuai; meningkatkan kuantitas dan kualitas
jejaring kelembagaan dan organisasi non pemerintah dan masyarakat; memperkuat
peran aktif masyarakat dalam setiap tahap dan proses pembangunan melalui
peningkatan jaringan kemitraan dengan masyarakat.
c. Faktor Yang Mempengaruhi
Peranserta Masyarakat
Beberapa faktor yang mempengaruhi peranserta masyarakat
antara lain:
1)
Manfaat kegiatan yang dilakukan.
Jika
kegiatan yang dilakukan memberikan manfaat yang nyata dan jelas bagi masyarakat
maka kesediaan masyarakat untuk berperanserta menjadi lebih besar.
2) Adanya kesempatan.
Kesediaan
juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan untuk berperanserta dan
masyarakat melihat memang ada hal-hal yang berguna dalam kegiatan yang akan
dilakukan.
3) Memiliki ketrampilan.
Jika
kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan ketrampilan tertentu dan orang yang
mempunyai ketrampilan sesuai dengan ketrampilan tersebut maka orang tertarik
untuk berperanserta.
4) Rasa Memiliki.
Rasa
memiliki suatu akan tumbuh jika sejak awal kegiatan masyarakat sudah diikut
sertakan, jika rasa memiliki ini bisa ditumbuh kembangkan dengan baik maka
peranserta akan dapat dilestarikan.
5) Faktor tokoh masyarakat.
Jika
dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh - tokoh
masyarakat atau pemimpin kader yang disegani ikut serta maka mereka akan
tertarik pula berperanserta.
d. Tingkatan Peranserta
Mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat bukan
pekerjaan mudah. Partisipasi masyarakat memerlukan kemampuan, kesempatan, dan
motivasi. Berbagai tingkatan partisipasi / peranserta masyarakat antara lain :
1) Peranserta karena perintah /
karena terpaksa.
2) Peranserta karena imbalan. Adanya
peranserta karena imbalan tertentu yang diberikan baik dalam bentuk imbalan
materi atau imbalan kedudukan.
3) Peranserta karena identifikasi
atau rasa ingin memiliki
4) Peranserta karena kesadaran.
Peranserta atas dasar kesadaran tanpa adanya paksaan atau harapan dapat imbalan
5) Peranserta karena tuntutan akan
hak dan tanggung jawab.
e. Wujud Peranserta
Peranserta dapat diwujudkan dalam bentuk:
1) Tenaga, seseorang berperanserta
dalam kegiatan kelompok dengan menyumbangkan tenaganya, misalnya menyiapkan
tempat dan peralatan dan sebagainya.
2) Materi, seseorang berperanserta
dalam kegiatan kelompok dengan menyumbang-kan materi yang diperlukan dalam
kegiatan kelompok tersebut, misalnya uang, pinjaman tempat dan sebagainya
(Depkes RI, 1990).
B. MOBILISASI
Mobilisasi adalah tindakan pengerahan dan penggunaan secara
serentak sumber daya nasional
serta sarana dan prasarana nasional yang telah dibina dan dipersiapkan sebagai
komponen kekuatan pertahanan keamanan negara untuk digunakan secara tepat,
terpadu, dan terarah bagi penanggulangan setiap ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negeri.
Lawan kata dari mobilisasi adalah demobilisasi.
Dalam hal seluruh atau sebagian
wilayah negara dalam keadaan bahaya, Presiden dapat menyatakan mobilisasi.
mobilisasi
dikenakan terhadap warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana prasarana
nasional yang dimiliki negara, swasta, dan perseorangan termasuk personel yang
mengawakinya.
a.Tingkat Mobilisasi
Mobilisasi dapat diselenggarakan
sesuai kebutuhan keadaan bahaya dengan tingkat-tingkat sebagai berikut :
- Mobilisasi Umum;
- Mobilisasi Terbatas; dan
- Mobilisasi Khusus.
Penguasa penyelenggaraan mobilisasi
adalah penguasa keadaan bahaya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
b. Asas Penyelenggaraan Mobilisasi
Penyelenggaraan
mobilisasi dilaksanakan dengan
- asas kesemestaan, menjangkau seluruh masyarakat di segala aspek kehidupan nasional secara adil dan merata;
- asas manfaat, mengarah kepada peningkatan upaya mewujudkan kepentingan keamanan nasional;
- asas kebersamaan, setiap warga negara dalam lapisan masyarakat secara bersama-sama harus memperoleh dan menggunakan kesempatan yang sama dalam peran serta membela negara;
- asas legalitas, upaya pertahanan keamanan negara dikembangkan berdasarkan ketentuan hukum sehingga saat diperlukan dapat digerakkan secara formal dan sah;
- asas selektivitas, Potensi kekuatan pertahanan keamanan negara dilaksanakan secara selektif dengan mendahulukan yang paling siap dan paling tepat sebagai bagian kekuatan operasional pertahanan keamanan;
- asas efektifitas, pengembangan kekuatan pertahanan keamanan negara harus dijamin efektif dalam pelipatgandaan kekuatan melalui mekanisme mobilisasi, baik ragam, jumlah maupun mutu;
- asas efisiensi, pengembangan kekuatan pertahanan keamanan negara harus dijamin efektif dalam pelipatgandaan kekuatan melalui mekanisme mobilisasi, baik dalam waktu, proses maupun penyaluran kekuatan; dan
- asas kejuangan, penyelenggara dan seluruh rakyat harus memiliki mental, tekad, jiwa dan semangat pengabdian, kerelaan berkorban, dan disiplin yang tinggi dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta dilaksanakan dengan penuh kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
c. Tujuan dari mobilisasi antara
lain:
1. memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. mencegah terjadinya trauma
3. mempertahankan tingkat kesehatan
4. mempertahankan interakasi social dan
peran sehari – hari
5. mencegah hilangnya kemampuan fungsi
tubuh
C. Partisipasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas Partisipasi berasal
dari bahasa Inggris yaitu “participation” adalah pengambilan bagian atau
pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan
mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab
di dalamnya. Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan
mental dan emosi. Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam
pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan
dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang
fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan.
Jadi dari beberapa pengertian di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam
proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.
Bentuk partisipasi yang nyata yaitu :
§
Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha
bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan
§
Partisipasi harta benda adalah
partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat
kerja atau perkakas
§
Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga
untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program
§
Partisipasi
keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya
kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya
Partisipasi buah pikiran lebih merupakan
partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik
untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga
untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan
kegiatan yang diikutinya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui
bahwa dalam partisipasi terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1.
Keterlibatan
peserta didik dalam segala kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar
mengajar.
2.
Kemauan
peserta didik untuk merespon dan berkreasi dalam kegiatan yang
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.
Partisipasi siswa dalam pembelajaran sangat
penting untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan demikian tujuan
pembelajaran yang sudah direncakan bisa dicapai semaksimal mungkin.
Tidak ada proses belajar tanpa partisipasi dan
keaktifan anak didik yang belajar. Setiap anak didik pasti aktif dalam belajar, hanya yang membedakannya adalah
kadar/bobot keaktifan anak didik dalam belajar. Ada keaktifan itu dengan
kategori rendah, sedang dan tinggi. Disini perlu kreatifitas guru dalam
mengajar agar siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Penggunaan
strategi dan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan kegiatan belajar
mengajar. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan
guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif karena siswa
lebih berperan serta lebih terbuka dan sensitif dalam kegiatan belajar
mengajar.
a. Bentuk -
Bentuk Partisipasi
Menurut Effendi,
partisipasi ada dua bentuk, yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi
horizontal.
§ Partisipasi
vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam masyarakat yang terlibat di
dalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan
mana masyarakat berada sebagai posisi bawahan.
§ Partisipasi
horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil untuk mempunyai prakarsa
dimana setiap anggota / kelompok masyarakat berpartisipasi secara horizontal
antara satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun
dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. menurut Effendi sendiri,
tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya
masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri
b. Prinsip-prinsip partisipasi
Sebagaimana tertuang
dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipati yang disusun oleh Department
for International Development (DFID) (dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107)
adalah:
§ Cakupan :
Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari
hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
§ Kesetaraan
dan kemitraan (Equal Partnership): Pada dasarnya setiap orang mempunyai
keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta
mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna
membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing
pihak.
§ Transparansi :Semua
pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka
dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
§ Kesetaraan
kewenangan (Sharing Power/Equal Powership) : Berbagai pihak yang terlibat
harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk
menghindari terjadinya dominasi.
§ Kesetaraan
Tanggung Jawab (Sharing Responsibility : Berbagai pihak mempunyai tanggung
jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan
(sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan
langkah-langkah selanjutnya.
§ Pemberdayaan
(Empowerment : Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui
keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling
belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.
§ Kerjasama :
Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna
mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan
kemampuan sumber daya manusia.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Ada beberapa faktor
yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat
faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada
juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia,
terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Angell (dalam
Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yangtumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh
banyak faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi,
yaitu:
1. Usia
Faktor usia
merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke
atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat
yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka
yang dari kelompok usia lainnya.
2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup
lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan
bahwa pada dasarnya tempat perempuan[ adalah “di dapur” yang berarti
bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus
rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah
bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin
baik.
3. Pendidikan
Dikatakan
sebagai salah satu syarat mutlak
untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap
dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap
yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak
dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan
berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik
dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan
perekonomian.
5. Lamanya tinggal
Lamanya
seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu
dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada
partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalamlingkungan tertentu,
maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam
partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
D.
KADERISASI
Setiap
tahun, umumnya, sebuah organisasi akan melakukan perekrutan anggota-anggota
baru. Anggota-anggota baru ini diharapkan, tentunya, agar dapat menjaga
keberlangsungan hidup organisasi itu sendiri. Dengan asumsi bahwa setiap tahun
akan ada anggota lama yang mengambil pensiun--karena alasan umur--maka
perekrutan itu menjadi penting.
Organisasi, yang mana
merupakan tempat berkumpulnya banyak orang dengan berbagai latar belakang,
tentu lambat laun akan mendorong terciptanya suatu budaya baru. Budaya
organisasi. Entah budaya tersebut merupakan akumulasi dari berbagai latar
budaya anggotanya yang beragam, atau bahkan merupakan kebudayaan yang sama
sekali baru. Budaya organisasi ini bahkan terkadang tidak ada kaitannya sama
sekali dengan visi dan misi organisasi--malah dalam kasus tertentu saling
bertentangan antara visi misi dengan budaya organisasi.
Budaya organisasi
inilah, yang mungkin, menjadikan niscaya bagi anggota-anggota baru untuk
melalui tahap kaderisasi. Kegiatan kaderisasi ini diharapkan dapat menjadi
katalis--pemercepat--para anggota baru agar segera akrab dengan visi misi,
budaya organisasi, memperkuat solidaritas, serta loyalitas anggota baru
terhadap organisasi.
Kaderisasi akan
mencetak kader. Sedangkan kader adalah orang yang diharapkan akan memegang
peran yang penting dalam organisasi. Sebagai contoh adalah "kader partai
X", kader partai X tentunya adalah orang-orang yang mendedikasikan diri
untuk kepentingan partai X. Lain halnya dengan "kader rakyat", yaitu
orang yang mendedikasikan dirinya untuk rakyat. Tapi kader rakyat itu tidak
ada, meski negara adalah sebuah organisasi yang dibentuk rakyat, tapi para
pemimpinnya adalah kader partai--yang tentunya akan lebih mengutamakan partai
tempat mereka dikaderisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar